محمد اندرا أندارون

Your description goes here

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis

About Me

Popular Posts

Thumbnail Recent Post

Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...

Archive for Juni 2012



Yo prokonco dolanan neng jobo
padang bulan padange koyo rina
rembulane wes ngawe-awe
ngelingake ojo podo turu sore



Yo prokonco dolanan neng jobo
padang bulan padange koyo rina
rembulane wes ngawe-awe
ngelingake ojo podo turu sore...
ngelingake ojo podo turu sore...
ngelingake ojo podo turu sore...

enjoy it 's my game, with you..
fun fun fun and fun...
see you next time and sengsu very muucchhh..

muleh muleh muleh, mbecak mbecak. . .

 

هذه القَصِيدَةْ يَاحبيبه قَلْبِىْ يَا نوْرل قَلْبِىْ يَا اُمِّى

يَاحبيبه قَلْبِىْ (x2)
يَا نوْرل قَلْبِىْ يَا اُمِّى يَا اُمِّى
يَاحبيبه قَلْبِىْ يَا اُمِّى يَا اُمِّى يَاحبيبه قَلْبِىْ

Wahai ummi engkaulah cahya, engkaulah pelita
Wahai ummi engkaulah do’a harapan hamba (2x)
Wahai ummi cahaya jiwa, penerang jiwa
Wahai ummi penghibur jiwa semangat jiwa (2x)
Jasa-jasamu sangat berharga, jasa-jasamu bagai permata
Jasa-jasamu sepanjang masa (2x) wahai ummi…
Air susumu di dalam jiwa, air susumu adalah do’a
Engkaulah permata harapan hamba (2x) wahai ummi…
Ridho mu ridho Tuhan Yang Esa, ridho mu ridho tak ada dua
Ridho mu harapan dan nafas hamba (2x) wahai ummi…
Yaa Allah Tuhan maafkan hamba, yang banyak dosa
Ridhoi hamba berkah ibu dan bapak (2x)
Biijaahil Musthofa ighfir waliidina
Biijaahil Musthofa ustur u’yubaana (2x)
Wali waliidina…



Malam yang indah dengan sinar bulan yang menyinari gubuk yang berada di sebuah kampong. Disitu hidup satu keluarga yng kurang rukun. Dia lah Jefri anak semata wayang Ibu Rukmini. Mereka hidup miskin setelah ayah Jefri meninggal. Jefri yang tdi nya seorang anak yang soleh, berubah drastis menjadi anak yang kasar dan sering berlaku buruk terhadap ibu nya. Sedangkan ibunya yang soleh dan sabar sangat terpukul atas perubahan sikap Jefri.
Pagi hari yang cerah dengan suara ayam berkokok telah membagunkan Jefri dari tidurnya dan siap-siap untuk bermain, karena kerjaan nya tiap hari hanya main dan main. Pagi hari itu Jefri yang lapar ingin sekali makan. Jefri pun ke dapur.
“Bu...... Mana makanan untuk saya? Saya lapar nih...” Tanya Jefri.
“Sebentar Nak..... Ibu belum masak! Beras nya habis!” Jawab Ibu.
“Apa....??? Belum masak? Sebenarnya Ibu ngapain aja dari tadi di dapur? Masak aja gak becus”.
“Kan beras nya habis Nak....!”
“Ya tinggal beli lah! Gitu aja kok repot”.
Ibu Rukmini pun pergi kewarung untuk membeli beras buat makan Jefri, walaupun ibu sebenarnya tidak punya uang dan bermaksud untuk ngutang. Karena Ibu Rukmini rela melakukan apa saja demi anak semata wayang nya. Ibu pun pulang dengan warung dan membawa beras 1Liter. Jefri pun makan dan pergi untuk bermain sama teman-teman nya.
Hari demi hari telah Ibu Rukmini rasakan dangan senang hati walaupun sebenarnya hatinya terasa sakit atas kelakuan anaknya.
Suatu hari ibu khawatir karena sudah 4 hari Jefri tidak pulang. Keadaan itu membuat ibu stres memikirkan nya. Ibu pun pergi dengan memekai baju yang sudah tak layak pakai, dekil dan bolong untuk mencari Jefri. Ternyata benar, ketika ibu di perjalanan ibu melihat Jefri dengan memakai baju kaos yang basah, celana nya pada bolong dan memegang sebotol minuman di tangannya juga berjalan leak-leok. Ibu pun bermaksud untuk menghampiri Jefri. Ketika di tengah jalan, tiba-tiba ada sebuah mobil melintas dan langsung menabrak ibu Rukmini. Ibu pun langsung di larikan ke Rumah Sakit.
Ketika di Rumah Sakit. Ibu mengalami koma. Jefri duduk di samping ibusambil mencucurkan air mata nya. Tak lama kemudian, Ibu sadar dari koma nya. Jefri pun langsung memeluk ibunya erat-erat.
“Ibu..... Ibu...... Bangun Bu.....!” Ujar Jefri.
“Ya nak.... Ada apa..??” Jawab Ibu.
“Ibu sekarang sudah sadar...?”.
“Ya nak... Alhamdulillah....”.
“Ibu maafin Jefri ya bu....?”.
“Nak dari dulu ibu sudah maafin Jefri!”.
“Benar Bu..??”.
“Ya nak...!!!”.
Mendangar kata maaf dari ibunya, Jefri pun sangat bahagia dan menyesali perbuatannya terhadap ibunya. Dan Jefri bermaksud untuk merubah semua keburukan sikapnya selama ini.

Analisis
Tema               : Religi
Judul               : Perjuangan Seorang Ibu Untuk Sang Anak
Latar                : Malam hari, Pagi hari, Jalan raya, Rumah, Rumah sakit
Alur                 : Maju
Tokoh              : - Jefri
- Ibu Rukmini

Saat kau goreskan luka dan kecewa
biarlah
kutulis pada hamparan pasir
dan
luka dan kecewa itu sirna
ditelan ombak kecintaanku pada-Nya

Saat kau beri aku bahagia
izinkanlah
kuukir pada batu karang
dan bila
ombak kehidupan garang menerjang
karang itu
tetap kokoh
dalam naungan cinta-Nya

Dulu, ketika saya memutuskan untuk menikah, yang terbayang di benak saya adalah semua yang indah-indah. Betapa tidak, seumur hidup akan saya habiskan bersama orang yang saya cintai.
Berbunga-bungalah hati ini saat sang pujaan hati datang pada ayah bunda, bermaksud melamar, menjadikan saya sebagai istrinya. Dan hari pernikahan itupun tiba, sungguh hari terindah…
Bagaikan kisah dongeng “Cinderella”, hari itu sayalah si gadis jelita yang dinikahi sang pangeran tampan, akan diboyong menuju istananya and they lived happily ever after… begitulah akhir kisah dongeng “Cinderella”.
Bagaimana dengansaya? Setelah resmi menjadi pasangan suami istri, setelah melewati hari-hari bersamanya, ohh ternyata… tersadarlah saya, kalau saya dan suami sangat jauh berbeda.
Perbedaan itu bagaikan bumi dengan langit! Saya yang suka becerita, suami yang tidak suka mendengar cerita … Saya yang suka bertemu orang banyak, suami yang tidak suka keramaian… Saya yang sensitif, suami yang bicara ceplas-ceplos…
Hari demi hari berlalu, tahunpun berganti. Telah hampir sepuluh tahun kami kayuh biduk rumah tangga ini. Biduk rumah tangga yang penuh nuansa. Suka, tawa, bahagia, duka, dan lara ada di sana.
Batin ini kemudian bertanya… Setelah sepuluh tahun berlalu, masih adakah cinta tersisa? Kemana gerangan perginya getaran cinta itu? Yaa Allah… saya tak mau cinta itu hilang, jangan sampai cinta menjadi redup dan kemudian mati. Saya harus menghidupkan kembali cinta diantara kami…
Saya sadar, manusia tidak ada yang sempurna, begitu juga saya dengan segala ketidaksempurnaan saya. Sia-sia mencari pasangan yang sempurna, karena tak kan pernah ada, karena hanya Allahlah yang Maha Sempurna.
Setiap manusiapun unik dengan karakter yang dimilikinya. Ini membuktikan bahwa Allah Maha Kaya. Allah yang sanggup memberikan karakter yang berbeda-beda pada setiap hamba-Nya. Subhanallah…
Perbedaan yang ada bukanlah menjadi jarak yang memisahkan kami, melainkan untuk saling melengkapi. Seperti saling melengkapinya bumi dan langit.
Saya menikmati hidup berumah tangga dengan segala nuansanya. Berumah tangga adalah perjuangan. Saya harus pandai mengelola hati, saat hati ini luka dan kecewa, saya maafkan suami. Karena saya melihat kesungguhannya memperbaiki kesalahannya. Karena luka bagaikan beban berat di punggung kita.
Maukah saya berjalan dengan terus membawa beban berat di punggung? Dan tentang cinta… Cinta dalam rumah tangga ternyata lebih luas, bukanlah cinta sesaat yang menggetarkan… jauh lebih indah, lebih dewasa, berwujud rasa kasih sayang kepada pasangan kita.
Dan kutemukan kembali cinta itu, tak pernah hilang, semakin berkilauan…
Saat saya menatapnya, tertidur dalam lelahnya… Dialah lelaki yang telah bekerja keras untuk saya, rela bekerja siang malam, berpeluh keringat…Seumur hidupnya dihabiskan untuk bekerja.
Semua itu untuk saya! Menafkahi saya, menafkahi kedua anak kami. Satu tujuannya, membahagiakan kami. Dia teristimewa dipilihkan Allah untuk saya… Yaa Allah… segala puji dan syukur kupanjatkan kepada Engkau…
Duhai suamiku… Engkaulah Langit bagiku. Engkau senantiasa menaungiku, memberi kehangatan sang mentari, melindungi dengan awan putih nan lembut, mencurahkan air sejuk di kala dahaga, melukiskan semburat warna pelangi… Saat mentari tenggelam, kau beri aku rembulan dan taburan bintang, hanya untukku…
Duhai Suamiku… berpijaklah engkau kepadaku sebagai Bumimu, kan kuberi Engkau cinta, cinta yang tak mengenal lelah, untuk selamanya.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S Ar Rum: 2)
Wallahu’alam bishshowaab.

Ditutup buku tebal itu. Matanya kelihatan lelah, sayu. Mulutnya menguap panjang. Ditengoknya jam tangan yang sempat dibeli beberapa bulan yang lalu. Pukul 10, ini berarti dia harus segera menyelesaikan tulisannya. Sebuah artikel tentang pendidikan, yang akan digunakan untuk terbitan majalah. Dia sudah dikejar-kejar sang pemimpin redaksi. Capai yang dirasakan tidak dihiraukan bahkan tidak pernah Riyan rasakan. Buku tadi memang telah menyita waktunya. Judul yang mencolok mata telah membuatnya tertarik untuk membaca. Fredrich Neitzche: Tuhan Telah Mati, begitu yang bisa terbaca dari sampul depan buku itu.

“Mataku sudah tak kuat rupanya,” racaunya pelan. Beranjak dari tempat duduk. Menuju ke meja komputer yang hanya berada tepat di belakangnya. Kamar yang berukuran sedang itu memang muat untuk menaruh sejumlah barang. Tetapi bukunya yang telah merampas ruang gerak. Dihela napas panjang-panjang dan mulailah tangan  yang ramping itu menari di atas keyboard. Begitu lancar dia mengeja kata demi kata. Sedang suara deru kipas angin terus mengiringi. Menemani setiap tekanan huruf yang dia lakukan. Sesekali terdiam, mencari diksi yang pas untuk menyambung kalimat. Hingga akhirnya tulisan itu  jadi. Dan jarum jam yang terpampang sudah berhimpit sejajar.

Riyan beranjak berdiri, melangkah ke arah dapur. Diambil segelas airi putih. Lalu ditegakny sekajap gelas itu kosong. Rasa haus kini telah terobati. Tidak seperti kegelisahan hatinya yang belum menemukan penawar.
Masuk lah Ryan ke kamar, lalu dimatikanlah lampu kamar itu. Semuanya tampak tenang dan dipejamkan matanya. Dengan sebuah harapan bertemu gadis itu di dalam mimpi.

***

“Mas Riyan,” suara halus itu memangil pelan. Rasanya tidak asing mendengar sapaan itu. Begitu renyah terasa di telinga. Lamunan pun lenyap entah ke mana. Matanya menyisir mencari arah suara.  Tak begitu lama, Riiyan pun menemukan seorang gadis manis. Berdiri beberapa meter dari tepat duduknya. Senyum gadis itu masih mengembang tatkala pandangan Riyan tertuju ke sana. Wajah itu begitu menyejukkan, teduh.

“Kuliah, Wi?”balas Riyan yang mencoba tetap tenang
“Ngga, kebetulan aku harus ngurusin acara yang kemarin”, sahut gadis itu pelan sambil melangkahkan  kaki mendekat ke arah Ryan. Anggun, dengan dibalut rok panjang hitam Tiwi, nama gadis itu, tampak sebagai sosok sempurna. Riyan memang sedikit gugup namun pengalamannya  dalam hal seperti ini membuat dirinya kelihatan tenang.

“Semuanya beres, kan?”balas Riyan sambil mencoba mengalihkan pandangan. Sementara gadis itu duduk di dekat Riyan.
“Ya begitulah, Mas,”Jawabnya. Matanya yang indah sempat memandangi wajah Ryan yang waktu itu memang kelihatan layu, kusut karena semalaman Dia harus menyelesaikan pekerjaannya
“Kok loyo, Mas?” lanjut Tiwi “ capek ya?”
“Iya, kemarin aku tidur larut,”  jawab Ryan pelan

Mata Riyan rupanya tak berani bertemu dengan mata gadis itu. Terlalu takut.. Dialihkan kembali pandangannya ke sebuah poster yang tertempel di dinding. Sebuah acara Islami yang diadakan salah satu Badan Otonom di kampus terpampang di sana.
Riyan terus mengeja kata demi kata, sementara mulutnya terlalu sibuk menjawab pertanyaan Tiwi
“Nanti kuliah ga, mas?” Tiwi kembali bertanya
“Ngga, kenapa tho?”
“Ngga, cuma, nanya aja” Jawab gadis itu.

Tiba- tiba dari arah belakang terdengar teriakan keras yang memanggil-manggil nama Riyan. Dipalingkanlah kepalanya Sebuah lambaian tangan dari sesorang mencoba menarik pehatian.
“Yan, cepet ke Sekretariat, sudah ditunggu Arif” Begitu suara yang terdengar di telinganya. Dan rupanya Riyan mengerti dari maksud perkataan itu. Dianggukan kepalanya, tanda setuju.
Arif adalah pimpinan redaksi dari organisasi pers yang diikuti Riyan. Ini berarti Dia harus segera menyerahkan tulisan yang telah diselesaikannya kemarin malam.

“Wi, aku harus ke atas dulu, udah ditunggu teman,” ucap Riyan sebelum meninggalkan Tiwi
“Iya,mas, aku juga ada acara lain”.
Keduanya pun beranjak dari tempat duduk masing-masing. Tiwi langsung menuju ke parkiran. Sedang Riyan berjalan gontai menuju tangga yang akan mengantarkannya ke ruang sekertariat organisasi. Di dalam hati, Riyan terus tersimpan kegundahan yang amat mendalam. Pertentangan antara harapan dan penolakan atas keinginan itu.

***
Sujudnya begitu lama, dan Riyan pun beranjak duduk untuk menyelesaikan tahiyatul terakhir. Begitu khusuknya dia menghadap Tuhan. Sedang jam dinding pun terus berdetak, membawa malam menuju pagi. Dari keramaian menuju sebuah keheningan yang panjang menenangkan jiwa. Hatinya begitu risau memikikan sesuatu yang tak pernah dia mengerti. Rasa itu begitu membuncah, mencuat tak terekendali di dalam hati.
Di salam doa kepada Rob-nya, yang sempat dia bunuh kemarin malam dengan bacaannya, disebutlah sosok gadis itu. Begini doa Ryan kala itu:

“Ya, Rob-ku, Kau lah yang menguasai hati, Yang menentukan segalanya, seluruh jiwa ragaku ini. Dan tentunya kau tahu ya Tuhan, hatiku sedang gundah, gelisah. dia lah penyebabnya. Rasa ini tak bisa berbohong, mendusta kepada nuraniku. Aku menginginkannya, Ya Rob. Bukan untuk sementara tetapi untuk selamanya.”

Sesaat dia terdiam, detak jantungnya berdetak lebih cepat. Suasana hening kamar nan gelap membuat keadan semakin hikmat. Matanya terpejam dengan tanganya menegadah ke atas. Seolah-olah Rob-nya ada tepat di depannya. Berdiri dan siap memberikan segalanya.
Mulutnya terbuka kembali, kini suara itu terdengar lebih pelan dan tersendat-sendat
“Kenapa mesti sekarang ya Rob, ketika diri ini belum siap, Aku sebenarnya ingin memilikinya, tapi orang-orang di sekitarku belum mengijinkan. Belum siap. Bahkan aku sendiri belum sanggup untuk mulai memilikinya”
“Kenapa tidak nanti saja, Ya Rob, di saat semuanya telah mengijinkan ku, seharusnya kau tunda saja rasa ini, hingga saat yang tepat nanti”
“Aku pun tak sanggup men-zalimi dirinya dengan menjadikannya kekasihku, Dia pun belum tentu mau, Aku tahu dia bisa menjaga hati, tetapi bagaimana dengan aku, ya Rob”
“Aku ingin dia bisa sempurna mejadi milikku tanpa ku-zalimi lebih dahulu, Jagalah hati kami dan satukan kami hingga semua mengijinkan kami menyatu, Ya Robku”
“Aku serahkan urusan ini padaMu, Karena Dirimu lah yang mampu merubah semuanya”

Dia pun beranjak dari tempat melakukan sembahyang. Badannya terhuyung, matanya sudah mulai meredup. Sedang jauh di sana ayam jantan mulai berkokok, menandakan fajar akan segera datang.  Udara dingin pun sudah mulai merasuki hatinya yang sedang panas, bergolak menahan keinginan. Sempat Dia menyalahkan Rob-nya Dan terus bertanya tentang rasa yang diterima.  Namun Rob bukanlah untuk dipersalahkan, tetapi tempat untuk mengembalikan. Bukankah rasa itu dari Tuhannya?

Untuk kesekian kali mata itu dipejamkan. Namun rupanya bayang Tiwi terus menghantui Diubahnya posisi tidur,ditutup wajahnya dengan bantal. Dan sambil terus berharap agar Tiwii hadir di dalam mimpi. Hingga akhirnya terlelaplah Riyan dalam sejuta harapan.
***

Dipacu gas motor itu, melalui jalan yang mulai ramai. Jaket biru yang Dia kenakan rupanya tak mampu menahan terpaan angin yang menerjang dada. Tubuhnya  mulai tak kuat. Napas yang keluar sedikit tersengal walaupun udara pagi itu cukup segar. Sepuluh menit kemudian, Riyan sampai pada belokaan terakhir.

“Sial, aku terlambat”, racaunya pelan sambil melihat jam tangan. Diparkirkanlah motor bebek keluaran tahun 2001 itu. Penuh. Hatinya penuh kegelisahan. Beberapa langkah dari motor, matanya mulai menangkap sosok itu.  Sosok yang meresahkannya. Pagi itu tampak lebih anggun. Dia duduk di tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai 2 kampusnya. Tangga itu memang sedikit lebar, sehingga terkadang banyak mahasiswa yang duduk di sana.

Langkah Riyan diperlambat. Pikirannya memikirkan apa yang harus dikatakan nanti. Merancang skenario atau memilih menghindar agar hatinya bisa sedikit lebih tenang. Diambillah pilihan kedua. Mencari jalan memutar untuk menuju kelasnya. Namun ternyata cara ini gagal. Gadis itu memanggil namanya. Mungkin matanya terlalu menyapu, sehingga tubuh Riyan pun tertangkap.
“Mas Riyan”,  teriak gadis itu

Riyan mencoba tak menghiraukan. Seakan-akan menutup kedua telinganya. Dan untuk kedua kali gadis itu memanggil.  Hati Riyan sudah tak kuat. Dibalikkanlah badan tegapnnya. Gadis itu melambai, menahan senyum. Tangannya mengisyaratkan pannggilan kepada Riyan. Kegelisahan mulai membuncah kembali di hati. Kedua kaki itu melangkah  otomatis menyusuri jalan berkonblok.  Menghampiri sumber suara. Kepalanya tertunduk dan sesekali wajahnya terangkat , menatap rona yang sebenarnya menyejukkan.

Di depan gadis itu, Riyan sempat terdiam. Bingung.
“Ada apa?” Tanya Riyan
“ Ngga…!”, jawab Tiwi.
Gadis itu juga tampak bingung sendiri.  Sesaat mereka saling memandang. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk duduk. Suasana kampus waktu itu memang sudah sepi. Sebagian mahasiswa sudah masuk ke dalam kelas masing-masing, setengah jam yang lalu. Hanya beberapa saja yang masing lalu lalang. Mungkin ada keperluan lain.
“Eh, mau ikut program ke luar negeri itu, ngga mas?” Tiwi memulai pembicaraan
“Yang mana?” Riyan rupanya tak begitu tahu
“Itu, kemarin yang ditawarkan Dian”
“Oh, yang itu, memang kenapa?” Riyan kembali bertanya. Dan kini hatinya mulai tak gelisah. Dia pun sudah terlalu terlambat untuk mengikuti kuliah.
“Aku bawa formulirnya, nih, 2 buah” Jawab Tiwi dengan senyuman
“Ikut ya mas” desak Tiwi.”Aku pengen ikut nih”
“Ya, nanti coba ku pikirkan” Riyan mencoba membuat  tentram.
Tiwi lalu mengeluarkan formulir yang dimaksud dari tasnya. Membagi kepada Riyan dan sedikit menjelaskan.
“Paling lambat lusa lo, jadi cepat, ya”, Ujar Tiwi” Tujuannya ke  Australia dan Singapura”.
“Oh, aku kira ke Timor Timur”, Riyan mencoba memecah suasana. Memunculkan sedikit gelak tawa di antara mereka berdua. Itu pun hanya sedikit saja menurunkan ketegangan hatinya.

Lama mereka bercengkrama. Lama pula Riyan mencoba menelisik kepribadian gadis itu. Begitu nyaman dan tentram bercerita. Tidak ada kecanggungan. Riyan yang tadi sempat tenang, kembali gelisah. Rasa itu mencuat kembali. Mendesak. Bahkan merongrong nalurinya sebagai laki-laki. Dengan sekuat tenaga, raganya tetap menahan. Sementara batinnya terus bergejolak.

Matahari meninggi. Mahasiswa yang lain pun mulai berhamburan dari kelas masing-masing. Jam pertama telah selesai.
“Aku ada kuliah nih, mas” Tiwi mencoba mengakhiri pembicaraan
“Oh, aku juga”ucap Riyan.
“Di ruang berapa?” tanya gadis itu kembali.
“lima” jawab Riyan, sambil tangannya menunjuk ke arah ruangan yang dimaksud. Sedang Tiwi pun mengangguk dan melambaikan tangan, tanda perpisahan.
Mereka sebenarnya satu jurusan, tetapi berbeda angkatan. Riyan lebih dahulu masuk ke kampus yang terletak di dekat gedung rektorat itu.

***
Seminggu pun berlalu. Formulir yang kemarin diberikan Tiwi, tak pernah disentuh oleh Riyan. Dibiarkan tergeletak di meja kamar. Dia memang tidak begitu tertarik pergi ke luar negeri. Entah apa sebabnya.

Sosok Tiwi pun, sudah mulai jarang ditemui di kampus. Sementara Riyan sibuk dengan majalah yang akan diterbitkan. Setiap malam dia harus ke kampus. Membenahi atau sekadar mengedit tulisan-tulisan yang telah masuk. Tiwi memang masih di hatinya. Tetap menjadi sebuah alternatif pertama. Namun kini sedikit terlupakan. Digantikan oleh tanggung jawab lain yang tidak bisa ditinggalkan.

Hingga di suatu siang, Riyan mendapatkan sesuatu.
Saat dirinya hendak menuju ke parkiran. Dia sempat membaca sejumlah pengumuman yang tertempel. Matanya memicing, seolah-olah mencari jawaban. Beberapa pamflet workshop dan pelatihan bertumpuk-tumpuk menempel di papan itu. Ada yang mulai mengelupas, ada yang masih tertahan rapi. Beberapa poster pun memenuhi sisi  yang lain.

Pandangannya sempat tertahan pada sebuah pengumuman. Pengimuman yang terketik dalam kertas folio putih. Di sisi kanan bawahnya terdapat tanda tangan rektor. Menandakan bahwa itu pegumuman resmi. Judul yang bisa terbaca:  Peserta Seleksi yang Lolos dalam Program Studi ke Australia dan Singapura tahun 2006.

Mata Riyan mulai menelusuri kata demi kata. Di sana terpampang beberapa nama. Dia tersenyum kecil, tatkala melihat nama Tiwi, tertera dibaris paling akhir. Pratiwi N. Jurusan Sosiologi, begitu yang bisa terbaca. Yah, gadis itu akhirnya lolos ke Australia. Ini berarti bahwa dia akan meninggalkan Indonesia. Meninggalkan kampusnya dan tentu saja Riyan.

Namun wajah Riyan justru cerah. Sesuatu yang tak lazim  terjadi bagi seseorang yang akan ditinggalkan pujaan hatinya. Setelah puas membaca, kakinya pun dilangkahkan dengan ringan. Seolah-olah tak ada beban yang mengganjal setelah membaca  pengumuman itu. Semuanya akan baik-baik saja, bahkan lebih baik.

***

Dia ingin sekali bertemu dengan Tuhannya. Tuhan yang telah memberikan jawaban atas kegelisahannya.
Malam itu dia kembali tersungkur, bersujud. Kali ini tidak menyalahkan tetapi berterima kasih.
“ Ya, Rob-ku inikah jawaban yang kau berikan. Jawaban yang membuatku tersenyum kembali.”
“Mungkin dia akan Kau bawa pergi untuk sementara waktu ya Rob, tetapi akankah Dia menjadi milikku untuk selamanya kelak”.” Ini rencanamu dan sekali lagi aku hanya bisa berserah kepadaMu”
“Tetapi yang jelas, aku gembira menerima rencanamMu”

Dan suasana malam itu, membuat hatinya semakin tentram dalam tunduknya kepada Illahi.

***

Assalammu’alaikum Wr… Wb…

Apa kabar calon istriku? Hope u well and do take care…
Allah selalu bersama kita

Ukhtiku…
Masihkah menungguku…?

Hm… menunggu, menanti atau whatever-lah yang sejenis dengan itu kata orang membosankan. Benarkah?!
Menunggu…
Hanya sedikit orang yang menganggapnya sebagai hal yang ‘istimewa’
Dan bagiku, menunggu adalah hal istimewa
Karena banyak manfaat yang bisa dikerjakan dan yang diperoleh dari menunggu
Membaca, menulis, diskusi ringan, atau hal lain yang bermanfaat

Menunggu bisa juga dimanfaatkan untuk mengagungkan-Nya,
melihat fenomena kehidupan di sekitar tempat menunggu,
atau sekadar merenungi kembali hal yang telah terlewati
Eits, bukan berarti melamun sampai angong alias ngayal dengan pikiran kosong
Karena itu justru berbahaya, bisa mengundang makhluk dari ‘dunia lain’ masuk ke jiwa

Banyak hal lain yang bisa kau lakukan saat menunggu
Percayalah bahwa tak selamanya sendiri itu perih
Ngejomblo itu nikmat. ^o^

Bahwa di masa penantian, kita sebenarnya bisa lebih produktif
Mumpung waktu kita masih banyak luang
Belum tersita dengan kehidupan rumah tangga
Jadi waktu kita untuk mencerahkan ummat lebih banyak
Karena permasalahan ummat saat ini pun makin banyak

Karenanya wahai bidadari dunia…
Maklumilah bila sampai saat ini aku belum datang
Bukan ku tak ingin, bukan ku tak mau, bukan ku menunda
Tapi persoalan yang mendera bangsa ini kian banyak dan kian rumit
Begitu banyak anak tak berdosa yang harus menderita karena busung lapar, kurang gizi, lumpuh layuh hingga muntaber
Belum lagi satu per satu kasus korupsi tingkat tinggi yang membuktikan bahwa negeri ini ’sarang tikus’
Ditambah lagi bencana demi bencana yang melanda negeri ini
Meski saat ini hidup untuk diri sendiri pun rasanya masih sulit
Namun seperti seorang ustadz pernah mengatakan bahwa hidup untuk orang lain adalah sebuah kemuliaan Memberi di saat kita sedang sangat kesusahan adalah pemberian terbaik
Bahwa kita belumlah hidup jika kita hanya hidup untuk diri sendiri

Ukhtiku…
Di mana pun engkau sekarang, janganlah gundah, janganlah gelisah
Telah kulihat wajahmu dan aku mengerti,
betapa merindunya dirimu akan hadirnya diriku di dalam hari-harimu
Percayalah padaku aku pun rindu akan hadirmu
Aku akan datang, tapi mungkin tidak sekarang
Karena jalan ini masih panjang
Banyak hal yang menghadang
Hatiku pun melagu dalam nada angan
Seolah sedetik tiada tersisakan
Resah hati tak mampu kuhindarkan
Tentang sekelebat bayang, tentang sepenggal masa depan
Karang asaku tiada ‘kan terkikis dari panjang jalan perjuangan, hanya karena sebuah kegelisahan
Lebih baik mempersiapkan diri sebelum mengambil keputusan
Keputusan besar untuk datang kepadamu

Ukhtiku…
Jangan menangis, jangan bersedih, hapus keraguan di dalam hatimu
Percayalah pada-Nya, Yang Maha Pemberi Cinta,
bahwa ini hanya likuan hidup yang pasti berakhir
Yakinlah…saat itu pasti ‘kan tiba
Tak usah kau risau karena makin memudarnya kecantikanmu
Karena kecantikan hati dan iman yang dicari
Tak usah kau resah karena makin hilangnya aura keindahan luarmu
Karena aura keimananlah yang utama
Itulah auramu yang memancarkan cahaya syurga,
merasuk dan menembus relung jiwa

Wahai perhiasan terindah…
Hidupmu jangan kau pertaruhkan, hanya karena kau lelah menunggu. Apalagi hanya demi sebuah pernikahan. Karena pernikahan tak dibangun dalam sesaat, tapi ia bisa hancur dalam sedetik. Seperti Kota Iraq yang dibangun berpuluh tahun, tapi bisa hancur dalam waktu sekian hari.

Jangan pernah merasa, hidup ini tak adil
Kita tak akan pernah bisa mendapatkan semua yang kita inginkan dalam hidup
Pasrahkan inginmu sedalam qalbu, pada tahajjud malammu
Bariskan harapmu sepenuh rindumu, pada istikharah di shalat malammu
Pulanglah pada-Nya, ke dalam pelukan-Nya
Jika memang kau tak sempat bertemu diriku,
sungguh…itu karena dirimu begitu mulia, begitu suci
Dan kau terpilih menjadi Ainul Mardhiyah di jannah-Nya

Ukhtiku…
Skenario Allah adalah skenario terbaik
Dan itu pula yang telah Ia skenariokan untuk kita
Karena Ia sedang mempersiapkan kita untuk lebih matang,
merenda hari esok seperti yang kita harapkan nantinya
Untuk membangun kembali peradaban ideal seperti cita kita

Ukhtiku…
Ku tahu kau merinduiku, bersabarlah saat indah ‘kan menjelang jua
Saat kita akan disatukan dalam ikatan indah pernikahan
Apa kabarkah kau disana?
Lelahkah kau menungguku berkelana?
Lelahkah menungguku kau disana?
Bisa bertahankah kau disana?
Tetap bertahanlah kau disana…
Aku akan segera datang, sambutlah dengan senyum manismu
Bila waktu itu telah tiba,
kenakanlah mahkota itu,
kenakanlah gaun indah itu…
Masih banyak yang harus kucari, ‘tuk bahagiakan hidup kita nanti…

Ukhtiku…
Malam ini terasa panjang dengan air mata yang mengalir
Hatiku terasa kelu dengan derita yang mendera,
kutahan derita malam ini sambil menghitung bintang
Cinta membuat hati terasa terpotong-potong
Jika di sana ada bintang yang menghilang,
mataku berpendar mencari bintang yang datang
Kalau memang kau pilihkan aku, tunggu sampai aku datang…

Ku awali hariku dengan tasbih, tahmid dan shalawat
Dan mendo’akanmu agar kau selalu sehat, bahagia,
dan mendapat yang terbaik dari-Nya
Aku tak pernah berharap, kau ‘kan merindukan keberadaanku yang menyedihkan ini
Hanya dengan rasa rinduku padamu, kupertahankan hidup
Maka hanya dengan mengikuti jejak-jejak hatimu, ada arti kutelusuri hidup ini
Mungkin kau tak pernah sadar betapa mudahnya kau ‘tuk dikagumi
Akulah orang yang ‘kan selalu mengagumi, mengawasi, menjaga dan mencintaimu

Ukhtiku…
Saat ini ku hanya bisa mengagumimu,
hanya bisa merindukanmu
Dan tetaplah berharap, terus berharap
Berharap aku ‘kan segera datang
Jangan pernah berhenti berharap,
Karena harapan-harapanlah yang membuat kita tetap hidup

Bila kau jadi istriku kelak,
jangan pernah berhenti memilikiku
dan mencintaiku hingga ujung waktu
Tunjukkan padaku kau ‘kan selalu mencintaiku
Hanya engkau yang aku harap
Telah lama kuharap hadirmu di sini
Meski sulit, harus kudapatkan
Jika tidak kudapat di dunia…
‘kan kukejar sang Ainul Mardhiyah yang menanti di surga

Ku akui cintaku tak hanya hinggap di satu tempat,
aku takut mungkin diriku terlalu liar bagimu
Namun sejujurnya, semua itu hanyalah persinggahan egoku,
pelarian perasaanku
dan sikapmu telah meluluhkan jiwaku
Waktu pun terus berlalu dan aku kian mengerti…
Apa yang akan ku hadapi
Dan apa yang harus kucari dalam hidup

Kurangkai sebuah tulisan sederhana ini,
untuk dirimu yang selalu bijaksana
Aku goreskan syair sederhana ini,
untuk dirimu yang selalu mempesona
Memahamiku dan mencintaiku apa adanya
Semoga Allah kekalkan nikmat ini bagiku dan bagimu
Semoga…

Kau terindah di antara bunga yang pernah aku miliki dahulu
Kau teranggun di antara dewi yang pernah aku temui dahulu
Kau berikan tanda penuh arti yang tak bisa aku mengerti
Kau bentangkan jalan penuh duri yang tak bisa aku lewati
Begitu indah kau tercipta bagi Adam
Begitu anggun kau terlahir sebagai Hawa
Kau terindah yang pernah kukagumi meski tak bisa aku miliki
Kau teranggun yang pernah kutemui meski tak bisa aku miliki

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al Qashash 28 : 77)
Keseimbangan, Kesadaran di titik akhir ??
Dari beberapa pertemuan saya dengan beberapa orang tua, ada beberapa kalimat yang memiliki kemiripan dari mereka, yang selalu disampaikan kepada saya, yaitu tentang bentuk kesadaran spiritual yang seringkali saya dengar, baca dan amati selama ini. namun yang menarik adalah ketika mereka menyampaikan bahwa, “hidup kita, di saat usia senja, baru merasakan bahwa ternyata kesimbangan dunia dan akhirat ternyata masih jauh yang diperintahkan oleh Allah Swt” ada juga yang menyampaikan kalimat ” masa muda, banyak hal yang membuat kita lalai dan melalaikan, entah apa akan cukup waktu atau tidak untuk menyeimbangkannya”
Keseimbangan Dunia Akhirat bukan 1+1=2, atau 50 : 50 paling tidak itu yang terlintas di hati, ketika mengamati sekilas paradigma dalam kehidupan di dunia ini, banyak sekali perubahan dan pergeseran perilaku kehidupan Manusia. Ketika sudah tidak asing lagi upaya untuk mencari kekayaan materi dan kesenangan duniawi dengan segala cara, sehingga melupakan kodratnya sebagai manusia yang seharusnya mengabdi pada Sang Pencipta.
Kita harus menyadari bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sesaat, yang diibaratkan di dalam Al Qur’an hanyalah sebagai “sebuah senda gurau belaka”. Kehidupan akhiratlah sebenarnya yang merupakan kehidupan yang kekal abadi. Penting sekali memupuk kesadaran terus menerus untuk mengetahui dan meyakini siapa pemilik dan siapa yang berkuasa pada kehidupan akhirat dan pemilik kehidupan dunia. Karena sudah seharusnya terbentuk kesadaran bahwa tugas seorang manusia hanyalah beribadah, dalam segala aspek, setiap gerak langkahnya adalah untuk beribadah, di dalam Al Qur’an – Surah Al An’am ayat 162, tertulis bahwa: “Sesungguhnya Shalatku, Ibadahku, Hidupku dan Matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam”. Dan pada dasarnya tugas utama manusia di dunia, adalah mengabdi pada Sang Pencipta, sesuai dengan aturan-aturan-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya. Dalam Surah Az Zariyat ayat 56, Allah ber-Firman : “Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.
Keseimbangan dunia dan akhirat, bukanlah 50 : 50. Dalam analogi yang sederhana, seperti kita menyeduh kopi, dimana untuk memperoleh rasa yang nikmat, gula, kopi dan air tidak diseduh dengan porsi yang sama, tetapi haruslah proporsional sehingga tercipta rasa minuman kopi yang nikmat kita rasakan. begitu pula, dengan kenikmatan atau kehidupan yang abadi, dimana keseimbangannya harus proporsional dengan kenikmatan atau kehidupan yang hanya sementara.
Jadi semakin jelas bagi kita, bahwa kehidupan kita di dunia ini harus benar-benar disadari hanyalah untuk Allah SWT semata. Semua kegiatan atau aktivitas kita, dan apapun yang kita kerjakan di dunia ini hanyalah untuk Allah SWT semata, baik itu belajar di sekolah, bekerja, berusaha, menikah, mendidik serta membesarkan anak, mengurus rumah tangga, bersosialisasi dan lain-lain kegiatan atau aktivitas rutin di dalam kehidupan kita di dunia ini.
Saya selalu berupaya menjalani jadwal yang telah saya buat, namun karena waktu, kondisi fisik dan keluarga membuat saya harus merevisi jadwal yang telah terbuat.
“Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari” Sudah selayaknya kita memiliki Upaya yang sungguh-sungguh, didalam menjadikan dunia sebagai ladang bagi kehidupan akhirat kelak, kita tidak lantas harus menjadi sekuler dalam menyikapi kehidupan dunia dan akhirat, tidak membelah jiwa kita menjadi dua bagian, satu bagian untuk dunia, satu bagian untuk akhirat. Yakinlah, bahwa jika Seluruh hidup ini hanya untuk Allah, maka Allah akan memberi kita Kehidupan, jika kita mengutamakan kehidupan akhirat, Maka kehidupan dunia akan mengikutinya, berbuat baiklah kepada sesama, sebagaimana allah telah berbuat baik kepada kita, dan pikulah amanah untuk beribadah kepada-Nya dengan ikhlas ridlo tanpa berbuat kerusakan.
Irhamna Ya Rabb, Engkaulah Pemilik Segala Kesempurnaan…

Kata pujangga cinta letaknya di hati. Meskipun tersembunyi, namun getarannya tampak sekali. Ia mampu mempengaruhi pikiran sekaligus mengendalikan tindakan. Sungguh, Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu melunakkan besi, menghancurkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta. Namun hati-hati juga dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak, jika cintanya itu disambut oleh para pecinta palsu. Cinta yang tidak dilandasi cinta kepada Allah. Itulah para pecinta dunia, harta dan wanita. Dia lupa akan cinta Allah, cinta yang begitu agung, cinta yang murni. Cinta Allah cinta yang tak bertepi. Jikalau sudah mendapatkan cinta-Nya, dan manisnya bercinta dengan Allah, tak ada lagi keluhan, tak ada lagi tubuh lesu, tak ada tatapan kuyu. Yang ada adalah tatapan optimis menghadapi segala cobaan, dan rintangan dalam hidup ini. Tubuh yang kuat dalam beribadah dan melangkah menggapai cita-cita tertinggi yakni syahid di jalan-Nya. Tak jarang orang mengaku mencintai Allah, dan sering orang mengatakan mencitai Rasulullah, tapi bagaimana mungkin semua itu diterima Allah tanpa ada bukti yang diberikan, sebagaimana seorang arjuna yang mengembara, menyebarangi lautan yang luas, dan mendaki puncak gunung yang tinggi demi mendapatkan cinta seorang wanita. Bagaimana mungkin menggapai cinta Allah, tapi dalam pikirannya selalu dibayang-bayangi oleh wanita atau pria yang dicintai. Tak mungkin dalam satu hati dipenuhi oleh dua cinta. Salah satunya pasti menolak, kecuali cinta yang dilandasi oleh cinta pada-Nya. Di saat Allah menguji cintanya, dengan memisahkanya dari apa yang membuat dia lalai dalam mengingat Allah, sering orang tak bisa menerimanya. Di saat Allah memisahkan seorang gadis dari calon suaminya, tak jarang gadis itu langsung lemah dan terbaring sakit. Di saat seorang suami yang istrinya dipanggil menghadap Ilahi, sang suami pun tak punya gairah dalam hidup. Di saat harta yang dimiliki hangus terbakar, banyak orang yang hijrah kerumah sakit jiwa, semua ini adalah bentuk ujian dari Allah, karena Allah ingin melihat seberapa dalam cinta hamba-Nya pada-Nya. Allah menginginkan bukti, namun sering orang pun tak berdaya membuktikannya, justru sering berguguran cintanya pada Allah, disaat Allah menarik secuil nikmat yang dicurahkan-Nya. Itu semua adalah bentuk cinta palsu, dan cinta semu dari seorang makhluk terhadap Khaliknya. Padahal semuanya sudah diatur oleh Allah, rezki, maut, jodoh, dan langkah kita, itu semuanya sudah ada suratannya dari Allah, tinggal bagi kita mengupayakan untuk menjemputnya. Amat merugi manusia yang hanya dilelahkan oleh cinta dunia, mengejar cinta makhluk, memburu harta dengan segala cara, dan enggan menolong orang yang papah. Padahal nasib di akhirat nanti adalah ditentukan oleh dirinya ketika hidup didunia, Bersungguh-sungguh mencintai Allah, ataukah terlena oleh dunia yang fana ini. Jika cinta kepada selain Allah, melebihi cinta pada Allah, merupakan salah satu penyebab doa tak terijabah. Bagaimana mungkin Allah mengabulkan permintaan seorang hamba yang merintih menengadah kepada Allah di malam hari, namun ketika siang muncul, dia pun melakukan maksiat. Bagaimana mungkin doa seorang gadis ingin mendapatkan seorang laki-laki sholeh terkabulkan, sedang dirinya sendiri belum sholehah. Bagaimana mungkin doa seorang hamba yang mendambakan rumah tangga sakinah, sedang dirinya masih diliputi oleh keegoisan sebagai pemimpin rumah tangga.. Bagaimana mungkin seorang ibu mendambakan anak-anak yang sholeh, sementara dirinya disibukkan bekerja di luar rumah sehingga pendidikan anak terabaikan, dan kasih sayang tak dicurahkan. Bagaimana mungkin keinginan akan bangsa yang bermartabat dapat terwujud, sedangkan diri pribadi belum bisa menjadi contoh teladan Banyak orang mengaku cinta pada Allah dan Allah hendak menguji cintanya itu. Namun sering orang gagal membuktikan cintanya pada sang Khaliq, karena disebabkan secuil musibah yang ditimpakan padanya. Yakinlah wahai saudaraku kesenangan dan kesusahan adalah bentuk kasih sayang dan cinta Allah kepada hambanya yang beriman. Dengan kesusahan, Allah hendak memberikan tarbiyah terhadap ruhiyah kita, agar kita sadar bahwa kita sebagai makhluk adalah bersifat lemah, kita tidak bisa berbuat apa-apa kecuali atas izin-Nya. Saat ini tinggal bagi kita membuktikan, dan berjuang keras untuk memperlihatkan cinta kita pada Allah, agar kita terhindar dari cinta palsu. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang betul-betul berkorban untuk Allah Untuk membuktikan cinta kita pada Allah, ada beberapa hal yang perlu kita persiapkan yaitu: 1) Iman yang kuat 2) Ikhlas dalam beramal 3) Mempersiapkan kebaikan Internal dan eksternal. kebaikan internal yaitu berupaya keras untuk melaksanakan ibadah wajib dan sunah. Seperti qiyamulail, shaum sunnah, bacaan Al-quran dan haus akan ilmu. Sedangkan kebaikan eksternal adalah buah dari ibadah yang kita lakukan pada Allah, dengan keistiqamahan mengaplikasikannya dalam setiap langkah, dan tarikan nafas disepanjang hidup ini. Dengan demikian InsyaAllah kita akan menggapai cinta dan keridhaan-Nya.

Kuterus mencoba untuk selalu terbuka
Namun kadang sangat sulit untuk dibuka
Kuterus mencoba untuk selau ingat
Namun kadang melupakanNya
Kuterus mencoba untuk selalu bersamaNya
Namun kadang hati ini selalu menjauh
Ternyata kendali nafsuku masih kuat dalam jiwa
Masih terlena dalam genggamannya
Terpenjara olehnya dengan kerangkeng besi
Sementara hatiku meronta dan menangis
Neraka semakin dekat kepadaku
Menghampiriku dan mencabuk dengan keras
Aku meronta
Kesakitan yang sangat dalam
Bukan hanya air mata yang aku cucurkan
Darahpun mengalir dengan deras
Neraka adalah kerajaan nafsu
Tak kusangka dia menyiksaku dengan kejam
Padahal dia sangatlah dekat denganku
Menyesal aku telah berteman dengannya
Menyesal, sangat menyesal
Sekarang aku memerlukan seseorang untuk melepaskanku dari penjara ini
Tapi mana mungkin, tidak ada yang tahu dimana keberadaanku
Penjara itu berada diantara dunia dan langit
Kucoba termenung di kehenigan malam
Dan kucoba untuk memusatkan hati pada yang kuasa
Kemudian kulantunkan lafaz Allah berulang kali
Dengan hati yang ikhlas padaNya
Diakhir kata aku berdoa ya Allah, tundukanlah nafsu dihadapanku
Aku bersujud kepadaNya sembari melinangkan air mata
Memohon ampun atas dosa yang telah aku lakukan
Malam telah berganti siang
Kutatapi nafsu dengan mata hati yang penuh cahaya
Butakan nafsu diam tak bergerak
Cahaya itu membukakan pintu nafsu dengan bebas
Sekarang nafsu telah terpenjara oleh mata hati yang bercahaya
Aku telah bebas bersama hati yang mulia
Ya ayyatuhannafsu al-mutmainnah
Irjingi ila rabbiki radhiatammardiyyah
Fadkhuli fi ibadi
Wadkhuli janntat

Saudaraku, ingatlah MATI
Sesungguhnya mati adalah janji yang ditepati
Tapi mengapa kau tak pernah peduli
Engkau lebih memilih dunia yang hina ini.

Dalam doa kau meminta khusnul Khotimah
Tapi pandanganmu akan dunia tak terarah
Kau masih mencari dunia yang belum terjamah
Sehingga lupa keinginanmu meraih Jannah.

Setiap nafsu yang kau hembuskan dalam hidupmu
Tak terpuaskan walau dua gunung emas mengelilingimu
Hingga kau tertidur dalam pelukan hangat istrimu
Dan kau terbuai dalam angan dan mimpi indahmu.

Gelap matamu akan nasib di akhirat nanti
Ketika ditanya apa yang kau kerjakan selama ini
Nanti kau akan ditanya sendiri-sendiri
Kau pun tidak akan dapat melarikan diri
Dari panas dan teriknya matahari
Dari dosa-dosa yang kau lakukan setiap hari.

Semoga medan jihad mengantarkan kematianku
Atau saat Sujud shalat aku menghadap Rabbku
Atau saat Hari Jum’at sebagai hari terakhirku
Atau saat amalan terbaikku,
Malaikat maut melepas jasadku.

Ada seorang dokter muda yang bepergian dengan isteri dan anaknya.
Di tengah jalan kendaraannya ditabrak oleh sebuah Metromini sehingga anak
dan isterinya terluka.

Dokter muda itu begitu gusar dan terlibat cekcok panjang dengan sopir
Metromini untuk meminta pertanggungjawabannya.

Lalulintas menjadi macet total. Akhirnya dengan membawa perasaan dongkol
karena adu-mulutnya dengan sopir Metromini itu tidak membawa hasil, dokter
itu membawa anak dan isterinya ke Rumah Sakit terdekat.

Namun malang, ternyata isterinya mengalami benturan di bagian kepala
belakang yang sangat keras sehingga ia jatuh koma di perjalanan.

Dengan setengah berbisik karena merasakan kesakitan anaknya berkata,
"Seharusnya Papa segera tolong Mama .. bukan berantem dengan Sopir itu ...."

Ini adalah kecenderungan dasar yang ada dalam diri kita.
Dalam menghadapi persoalan, seringkali kita tidak berfokus pada persoalan
yang kita hadapi dan segera mencari pemecahannya, tetapi justru effort kita
banyak kita pakai untuk mencari-cari "siapa" yang salah.

Kaum professional yang baik akan selalu mempunyai prinsip "Menemukan solusi
jauh lebih penting dari menyalahkan orang."

have a nice day