Keseimbangan, Kesadaran di titik akhir ??
Dari beberapa pertemuan saya dengan beberapa orang tua, ada beberapa kalimat yang memiliki kemiripan dari mereka, yang selalu disampaikan kepada saya, yaitu tentang bentuk kesadaran spiritual yang seringkali saya dengar, baca dan amati selama ini. namun yang menarik adalah ketika mereka menyampaikan bahwa, “hidup kita, di saat usia senja, baru merasakan bahwa ternyata kesimbangan dunia dan akhirat ternyata masih jauh yang diperintahkan oleh Allah Swt” ada juga yang menyampaikan kalimat ” masa muda, banyak hal yang membuat kita lalai dan melalaikan, entah apa akan cukup waktu atau tidak untuk menyeimbangkannya”
Keseimbangan Dunia Akhirat bukan 1+1=2, atau 50 : 50 paling tidak itu yang terlintas di hati, ketika mengamati sekilas paradigma dalam kehidupan di dunia ini, banyak sekali perubahan dan pergeseran perilaku kehidupan Manusia. Ketika sudah tidak asing lagi upaya untuk mencari kekayaan materi dan kesenangan duniawi dengan segala cara, sehingga melupakan kodratnya sebagai manusia yang seharusnya mengabdi pada Sang Pencipta.
Kita harus menyadari bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sesaat, yang diibaratkan di dalam Al Qur’an hanyalah sebagai “sebuah senda gurau belaka”. Kehidupan akhiratlah sebenarnya yang merupakan kehidupan yang kekal abadi. Penting sekali memupuk kesadaran terus menerus untuk mengetahui dan meyakini siapa pemilik dan siapa yang berkuasa pada kehidupan akhirat dan pemilik kehidupan dunia. Karena sudah seharusnya terbentuk kesadaran bahwa tugas seorang manusia hanyalah beribadah, dalam segala aspek, setiap gerak langkahnya adalah untuk beribadah, di dalam Al Qur’an – Surah Al An’am ayat 162, tertulis bahwa: “Sesungguhnya Shalatku, Ibadahku, Hidupku dan Matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam”. Dan pada dasarnya tugas utama manusia di dunia, adalah mengabdi pada Sang Pencipta, sesuai dengan aturan-aturan-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya. Dalam Surah Az Zariyat ayat 56, Allah ber-Firman : “Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.
Keseimbangan dunia dan akhirat, bukanlah 50 : 50. Dalam analogi yang sederhana, seperti kita menyeduh kopi, dimana untuk memperoleh rasa yang nikmat, gula, kopi dan air tidak diseduh dengan porsi yang sama, tetapi haruslah proporsional sehingga tercipta rasa minuman kopi yang nikmat kita rasakan. begitu pula, dengan kenikmatan atau kehidupan yang abadi, dimana keseimbangannya harus proporsional dengan kenikmatan atau kehidupan yang hanya sementara.
Jadi semakin jelas bagi kita, bahwa kehidupan kita di dunia ini harus benar-benar disadari hanyalah untuk Allah SWT semata. Semua kegiatan atau aktivitas kita, dan apapun yang kita kerjakan di dunia ini hanyalah untuk Allah SWT semata, baik itu belajar di sekolah, bekerja, berusaha, menikah, mendidik serta membesarkan anak, mengurus rumah tangga, bersosialisasi dan lain-lain kegiatan atau aktivitas rutin di dalam kehidupan kita di dunia ini.
Saya selalu berupaya menjalani jadwal yang telah saya buat, namun karena waktu, kondisi fisik dan keluarga membuat saya harus merevisi jadwal yang telah terbuat.
“Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari” Sudah selayaknya kita memiliki Upaya yang sungguh-sungguh, didalam menjadikan dunia sebagai ladang bagi kehidupan akhirat kelak, kita tidak lantas harus menjadi sekuler dalam menyikapi kehidupan dunia dan akhirat, tidak membelah jiwa kita menjadi dua bagian, satu bagian untuk dunia, satu bagian untuk akhirat. Yakinlah, bahwa jika Seluruh hidup ini hanya untuk Allah, maka Allah akan memberi kita Kehidupan, jika kita mengutamakan kehidupan akhirat, Maka kehidupan dunia akan mengikutinya, berbuat baiklah kepada sesama, sebagaimana allah telah berbuat baik kepada kita, dan pikulah amanah untuk beribadah kepada-Nya dengan ikhlas ridlo tanpa berbuat kerusakan.
Irhamna Ya Rabb, Engkaulah Pemilik Segala Kesempurnaan…
Posting Komentar